Raka'at Tarawih berbeda ? Inilah Alasannya

Bismillahhirrohmannirrohim.
Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Alhamdulillah, kami para penulis KUMPULAN DOA masih diberikan kesehatan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Allah juga masih memberikan kesempatan kepada kami untuk sekedar berbagi dan belajar bersama para pembaca perihal Dunia Islam.

Sholawat serta salam tak henti-hentinya kami haturkan ke junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang kita nanti-nanti syafaatnya dihari kiamat kelak, semoga kita semua termasuk manusia yang beruntung. amin..amin ya robbal 'alamin.

Sholat Tarawih/Teraweh/Taraweh adalah sholat sunnah yang dikhususkan hanya pada bulan ramadhan, bahkan sebagian ulama mengatakan hukum dari sholat Tarawih adalah sunnah mu'akaddah (sangat disunnahkan). untuk pengerjaan sholat Tarawih juga lebih utama berjamaah namun tidak menutup kemungkinan untuk melaksanakan sholat ini sendirian.

Berbicara tentang raka'at sholat tarawih merupakan pembicaraan yang tidak pernah ada habisnya, dari zaman dahulu hingga sekarang masih membicarakan jumlah raka'at yang benar. Ulama zaman dahulu bisa menerima semua perbedaan tersebut dan saling menghargai karena masing-masing mempunyai pedomannya namun pada zaman sekarang ketika ramadhan tiba terutama waktu sholat tarawih mereka akan membentuk kubu-kubu dan kadang tak sedikit keluar ucapan yang kurang meng-enak-kan (mengkafirkan,bid'ah)

Ada beberapa pendapat tentang raka'at sholat Tarawih; terdapat pendapat yang mengatakan bahwa sholat Tarawih ini tidak ada batasan dalam pengerjaannya yaitu boleh dikerjakan delapan raka'at, dua puluh raka'at, atau tiga puluh enam raka'at; adapula yang mengatakan delapan raka'at; dua puluh raka'at; dan ada yang mengatakan tiga puluh enam raka'at.

Sholat Tarawih sebenarnya belum dikenal pada masa nabi SAW. Sholat Tarawih bermula pada zaman Khalifah Umar bin Khattab ra. karena ramadhan pada saat itu masing-masing orang berbeda, sebagian ada yang mengerjakan sholat sendirian dan ada juga yang mengerjakan sholat berjamah bersama sukunya. Umar menyuruh agar umat islam berjamaah di Masjid dengan Ubay bin Ka'ab sebagai imamnya. Sholat itulah yang kemudian terkenal dengan sebutan sholat tarawih yang artinya istirahat, karena mereka melakukan istirahat setiap selesai melakukan sholat empat raka'at dengan dua salam. Sedangkan jumlahnya adalah dua puluh raka'at. Umar bin Khattab ra. berkata : "Inilah sebaik-baik bid'ah "

Jumlah Raka'at Sholat Tarawih
Dari sinilah asal muasal terjadinya perdebatan mengenai jumlah raka'at sholat Tarawih.
hadits Nabi saw. :


عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا مَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيْدُ فِيْ رَمَضَانَ وَلاَغَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً. رواه النسائي

”Dari Aisyah ra. bahwa Rasulullah saw. tidak pernah menambah di dalam ramadhan dan di luar Ramadhan dari 11 rakaat”. (HR. Bukhari)

Juga terdapat riwayat dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata,

كَانَ صَلاَةُ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً . يَعْنِى بِاللَّيْلِ 

“Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di malam hari adalah 13 raka’at.” (HR. Bukhari no. 1138 dan Muslim no. 764).

 Hadits di atas merupakan hadits yang digunakan sebagai acuan bahwa sholat Tarawih tidak lebih dari 11 atau 13 raka'at. Kami garis bawahi, bagaimana mungkin Aisyah meriwayatkan hadits tentang sholat Tarawih Nabi Muhammad SAW sedangkan istilah belum dikenal pada zaman Nabi. Dalam wacana di atas juga tidak dibedakan antara qiyamullail (sholat malam) dengan Tarawih, seolah-olah penyebutan nama Tarawih ada karena dikerjakan pada bulan ramadhan dan pada bulan selain ramadhan disebut qiyamullain (sholat malam).

Menurut ulama lain yang mendukung jumlah dua puluh raka'at, jumlah sebelas raka'at yang dilakukan oleh Rasulullah SAW tidak bisa dijadikan dasar tentang jumlah raka'at sholat Tarawih karena sholat tarawih tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, kecuali hanya dua atau tiga kali saja dan itupun dilakukan di Masjid bukan di rumah.

Bagi para ulama pendukung sholat Tarawih dua puluh raka'at + tiga witir (dua puluh tiga), apa yang disebutkan oleh Aisyah bukanlah jumlah raka'at sholat Tarawih melainkan sholat malam (qiyamullail) yang dilakukan di dalam rumah beliau sendiri. Apalagi dalam riwayat lain, hadits itu secara tegas menyebutkan bahwa itu adalah jumlah raka'at sholat malam nabi SAW baik di dalam bulan ramadhan dan juga di luar bulan ramadhan.

Ijtihad Umar bin Khattab ra. tidak mungkin mengada-ada tanpa ada dasar pijakan pendapat dari Rasulullah SAW, karena para sahabat semuanya sepakat dan mengerjakan dua puluh raka'at (Ijma' ash-shahabat as-sukuti).
Disamping itu, Rasulullah SAW menegaskan bahwa posisi sahabatnya (baca khalifah) sangat agung yang harus diikuti oleh umat islam sebagaimana dalam hadits beliau;


فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ, وَسُنَّةِ الخُلَفَآءِ الرَّاشِدِيْنَ مِنْ بَعْدِيْ
" Maka hendaklah kamu berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin sesudah aku" (HR. Ahmad).
Ulama Syafi'iyah, di antaranya imam Zainuddin bin Abdul 'Aziz al-Malibari dalam kitab Fathul Mu'in menyimpulkan bahwa sholat Tarawih hukumnya sunnah yang jumlahnya dua puluh raka'at :

وَصَلاَةُ التَّرَاوِيْحِ سنة مُؤَكَّدَةٌ وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْماَتٍ فِيْ كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ لِخَبَرٍ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَيَجِبُ التَّسْلِيْمُ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا مِنْهَا بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ تَصِحَّ

"Sholat Tarawih hukumnya sunnah, dua puluh raka'at dan sepuluh salam pada setiap malam di bulan ramadhan karena ada hadits : Barangsiapa melaksanakan (Sholat tarawih) di malam ramadhan dengan iman dan mengharap pahala, maka dosanya yang terdahulu diampuni. setiap dua raka'at harus salam. Jika sholat Tarawih empat raka'at dengan satu kali salam maka hukumnya tidak sah...". (Zainuddin al Malibari, Fathul Mu'in, Beirut: Dar al Fikr hal 360)


Jumlah Raka’at Shalat Tarawih Menurut Mazhab Empat
Ada beberapa pendapat mengenai bilangan rakaat yang dilakukan kaum muslimin pada bulan Ramadhan sebagai berikut:

1. Madzhab Hanafi
Sebagaimana dikatakan Imam Hanafi dalam kitab Fathul Qadir bahwa Disunnahkan kaum muslimin berkumpul pada bulan Ramadhan sesudah Isya’, lalu mereka shalat bersama imamnya lima Tarawih (istirahat), setiap istirahat dua salam, atau dua istirahat mereka duduk sepanjang istirahat, kemudian mereka witir (ganjil).

Kesimpulan, bahwa bilangan rakaatnya 20 rakaat selain witir jumlahnya 5 istirahat dan setiap istirahat dua salam dan setiap salam dua rakaat = 2 x 2 x 5 = 20 rakaat.

2. Madzhab Maliki
Dalam kitab Al-Mudawwanah al Kubro, Imam Malik berkata, Amir Mukminin mengutus utusan kepadaku dan dia ingin mengurangi Qiyam Ramadhan yang dilakukan umat di Madinah. Lalu Ibnu Qasim (perawi madzhab Malik) berkata “Tarawih itu 39 rakaat termasuk witir, 36 rakaat tarawih dan 3 rakaat witir” lalu Imam Malik berkata “Maka saya melarangnya mengurangi dari itu sedikitpun”. Aku berkata kepadanya, “inilah yang kudapati orang-orang melakukannya”, yaitu perkara lama yang masih dilakukan umat.

Dari kitab Al-muwaththa’, dari Muhammad bin Yusuf dari al-Saib bin Yazid bahwa Imam Malik berkata, “Umar bin Khattab memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim ad-Dari untuk shalat bersama umat 11 rakaat”. Dia berkata “bacaan surahnya panjang-panjang” sehingga kita terpaksa berpegangan tongkat karena lamanya berdiri dan kita baru selesai menjelang fajar menyingsing. Melalui Yazid bin Ruman dia berkata, “Orang-orang melakukan shalat pada masa Umar bin al-Khattab di bulan Ramadhan 23 rakaat”.

Imam Malik meriwayatkan juga melalui Yazid bin Khasifah dari al-Saib bin Yazid ialah 20 rakaat. Ini dilaksanakan tanpa wiitr. Juga diriwayatkan dari Imam Malik 46 rakaat 3 witir. Inilah yang masyhur dari Imam Malik.

3. Madzhab as-Syafi’i
Imam Syafi’i menjelaskan dalam kitabnya Al-Umm, “bahwa shalat malam bulan Ramadhan itu, secara sendirian itu lebih aku sukai, dan saya melihat umat di Madinah melaksanakan 39 rakaat, tetapi saya lebih suka 20 rakaat, karena itu diriwayatkan dari Umar bin al-Khattab. Demikian pula umat melakukannya di makkah dan mereka witir 3 rakaat.

Lalu beliau menjelaskan dalam kitab Syarah al-Manhaj yang menjadi pegangan pengikut Syafi’iyah di Al-Azhar al-Syarif, Kairo Mesir bahwa shalat Tarawih dilakukan 20 rakaat dengan 10 salam dan witir 3 rakaat di setiap malam Ramadhan.

4. Madzhab Hanbali
Imam Hanbali menjelaskan dalam Al-Mughni suatu masalah, ia berkata, “Shalat malam Ramadhan itu 20 rakaat, yakni shalat Tarawih”, sampai mengatakan, “yang terpilih bagi Abu Abdillah (Ahmad Muhammad bin Hanbal) mengenai Tarawih adalah 20 rakaat”. Menurut Imam Hanbali bahwa Khalifah Umar ra, setelah kaum muslimin dikumpulkan (berjamaah) bersama Ubay bin Ka’ab, dia shalat bersama mereka 20 rakaat. Dan al-Hasan bercerita bahwa Umar mengumpulkan kaum muslimin melalui Ubay bin Ka’ab, lalu dia shalat bersama mereka 20 rakaat dan tidak memanjangkan shalat bersama mereka kecuali pada separo sisanya. Maka 10 hari terakhir Ubay tertinggal lalu shalat dirumahnya maka mereka mengatakan, “Ubay lari”, diriwayatkan oleh Abu Dawud dan as-Saib bin Yazid.


Hadits palsu mengenai sholat tarawih
Al-Ustadz Ali Mustafa Ya’qub, MA, muhaddits besar Indonesia di bidang ilmu hadits, menerangkan bahwa tidak ada satu pun hadits yang derajatnya mencapai shahih tentang jumlah rakaat shalat tarawih yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.

Kalau pun ada yang shahih derajatnya, namun dari segi istidlalnya tidak menyebutkan jumlah rakaat shalat tarawih. Di antara hadits palsu tentang jumlah rakaat tarawih Rasulullah SAW adalah hadits berikut ini:

Dari Ibn Abbas, ia berkata, “Nabi SAW melakukan shalat pada bulan Ramadhan dua puluh rakaat dan witir”. (Hadits Palsu)

Hadis ini diriwayatkan Imam al-Thabrani dalam kitabnya al-Mu‘jam al-Kabir. Dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Abu Syaibah Ibrahim bin Utsman yang menurut Imam al-Tirmidzi, hadits-haditsnya adalah munkar. Imam An-Nasa‘i mengatakan hadits-hadits Abu Syaibah adalah matruk. Imam Syu‘bah mengatakan Ibrahim bin Utsman adalah pendusta. Oleh karenanya hadis shalat tarawih dua puluh rakaat ini nilainya maudhu’ (palsu) atau minimal matruk (semi palsu).

Demikian juga hadits yang menyebutkan bahwa jumlah rakaat tarawih Rasulullah SAW adalah 8 rakaat. Hadits itu juga palsu dan dusta.

“Rasulullah SAW melakukan shalat pada bulan Ramadhan sebanyak delapan rakaat dan witir”. (Hadits Matruk)

Hadis ini diriwayatkan Ja‘far bin Humaid sebagaimana dikutip kembali lengkap dengan sanadnya oleh al-Dzahabi dalam kitabnya Mizan al-I‘tidal dan Imam Ibn Hibban dalam kitabnya Shahih Ibn Hibban dari Jabir bin Abdullah. Dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama ‘Isa bin Jariyah yang menurut Imam Ibnu Ma‘in, adalah munkar al-Hadis (Hadits-haditsnya munkar).

Sedangkan menurut Imam An-Nasa‘i, ‘Isa bin Jariyah adalah matruk (pendusta). Karenanya, hadits shalat tarawih delapan rakaat adalah hadits matruk (semi palsu) lantaran rawinya pendusta.

Jadi bila disandarkan pada kedua hadits di atas, keduanya bukan dalil yang bisa dijadikan pegangan bahwa nabi SAW shalat Tarawih 8 rakaat atau 20 rakaat dalam shalat tarawih.

Kesimpulan:

shalat tarawih tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW kecuali hanya 2 atau 3 kali saja. Dan itu pun dilakukan di masjid, bukan di rumah.

istilah shalat tarawih juga belum dikenal di masa beliau SAW. Pada masa Umar bin Khattab, karena orang berbeda-beda, sebagian ada yang shalat dan ada yang tidak shalat, maka Umar ingin agar umat Islam nampak seragam, lalu disuruhlah agar umat Islam berjamaah di masjid dengan shalat berjamah dengan imam Ubay bin Ka’b. Itulah yang kemudian populer dengan sebutan shalat tarawih, artinya istirahat, karena
mereka melakukan istirahat setiap selesai melakukan shalat 4 rakaat dengan dua salam.

Para ulama di masa lalu tidak pernah saling mencaci atau menjelekkan meski berbeda pendapat tentang jumah rakaat shalat Tarawih.

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menyebutkan perbedaan riwayat mengenai jumlah rakaat yang dilakukan pada saat itu: ada yang mengatakan 13 rakaat, ada yang mengatakan 21 rakaat, ada yang mengatakan 23 rakaat.

Sheikh al-Islam Ibn Taymiyah berpendapat, "Jika seseorang melakukan sholat tarawih sebagaimana mazhab Abu Hanifah, As-Syafi’i dan Ahmad yaitu 20 rakaat atau sebagaimana Mazhab Malik yaitu 36 rakaat, atau 13 rakaat, atau 11 rakaat, maka itu yang terbaik. Ini sebagaimana Imam Ahmad berkata, Karena tidak ada apa yang dinyatakan dengan jumlah, maka lebih atau kurangnya jumlah rakaat tergantung pada berapa panjang atau pendek qiamnya."(Silahkan periksa kitab Al-Ikhtiyaaraat halaman 64).

Wallahu a’lam bishshawab

--Mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam pengetikan ataupun penyampaian informasi, penulis hanyalah manusia biasa yang tak luput dari salah dan dosa karena kebenaran semata-mata hanya milik Allah Azza wa Jalla--

-- Sampaikanlah walau hanya satu ayat --
Next Post Previous Post